Dalam tradisi pesantren, lalaran bukanlah sebuah hal yang asing. Lalaran merupakan proses melafalkan bersama-sama dengan tujuan memperlancar suatu hafalan materi tertentu. Hafalan sendiri, di kalangan santri dikenal dengan istilah “muhafazah” (Bahasa Arab yang berarti hafalan). Hafalan ini pada saatnya nanti harus diujikan di hadapan guru pengampu materi tersebut. Nah, proses hafalan yang disimak oleh guru ini juga ada istilahnya sendiri, yakni “setoran“, bermakna menyetorkan hafalan kepada gurunya. Lunasnya setoran tidak jarang menjadi syarat kenaikan kelas atau kelulusan santri.
Kembali ke topik kita, lalaran ini biasanya rutin dilakukan oleh santri dalam satu kelas, atau setidaknya mereka yang memiliki materi hafalan sama. Biasanya, materi lalaran berupa nazam, yakni syi’ir-syi’ir Arab yang memuat suatu cabang ilmu tertentu. Beberapa yang terkenal adalah Aqidatul Awam dalam ilmu akidah, Alfiyah Ibnu Malik, Nazam al-Imrithi, Jurumiyyah Jawa dari fann ilmu Nahwu, Jawahirul Maknun dari ilmu Balaghah, Sulam al-Munawwaraq dari Mantiq, al-Fara’id al-Bahiyyah dari Kaidah Fiqih, dan masih banyak lagi. Selain nazam, terkadang juga ada kalam natsar (prosa) Arab yang wajib dihafalkan, seperti al-Amtsillah al-Tashrifiyyah, al-Arba’in al-Nawawiyyah, Al-Ajurumiyyah dan masih banyak lagi.
Santri saat melakukan lalaran biasaya dibawa ke dalam vibes seperti ‘konser’. Nazam Arab yang dikenal sangat mudah dimasukkan dalam notasi nada beragam dimanfaatkan oleh santri untuk mengekspresikannya dalam berbagai nada-nada lagu, baik itu lagu-lagu klasik maupun populer. Saking asyiknya, tidak jarang lalaran juga diiringi dengan suara perkusi yang dihasilkan dari benda-benda yang ada di sekitar mereka, bisa berupa meja, kursi, galon, dan apapun yang bisa mengeluarkan suara. Pada saat inilah ekspresi-ekspresi semacam itu muncul. Bagi mereka, semboyan “biar berisik asal cepat hafal” adalah motto hidup.
Santri PPNU juga tidak asing dengan tradisi ini. Dari kelas I Wustho mereka sudah memiliki tuntutan hafalan, mulai dari materi yang ringan dan sedikit hingga berat dan banyak seiring bertambahnya kelas. Lalaran wajib santri biasanya lima belas menit sebelum madrasah dimulai (pukul 14.00 – 14.15 WIB) dan 30 menit sebelum Wajib Belajar (19.30 – 20.00 WIB).
Tradisi lalaran menjadi tradisi luhur pesantren yang harus dilestarikan. Pesantren salaf sangat menekankan hafalan di muka, lalu beranjak menapaki pemahaman materi yang dihafalkan itu. Kurikulum di PPNU mengadopsi dan terus melestarikan tradisi ini sebagai kekuatan kultural dalam menanamkan keilmuan Islam baik fi sutur dan fi sudur.
1 Comment
Solichun · January 6, 2025 at 1:10 pm
Sangat bermanfaat sekali